Rabu, 03 April 2013

UN 2013, Ujian Kita ?



UN (Ujian Nasional) 2013 mempunyai sedikit perbedaan dengan UN pada tahun-tahun sebelumnya. Diantaranya adalah kebijakan kementrian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) dalam menambah variasi soal dari yang sebelumnya berjumlah 5 variasi, kini ditingkatkan menjadi 20 variasi soal. Kemendikbud juga membuat kebijakan menambah tingkat kesulitan soal sebesar 10% dari sebelumnya. Tak hanya itu, UN kali ini diterapkan sistem Baracode. Soal dan lembar jawaban UN mempunyai kode yang sama, maka peserta harus megisikan jawaban pada lembar jawaban yang mempunyai kode yang sama seperti yang tercantum dalam soal. Akan lebih sedikit kemungkinan berbuat curang seperti tukar menukar soal atau lembar jawaban.
Banyak pihak yang khawatir mengenai beberapa kebijakan diatas. Kebijakan ini dinilai malah mempersulit siswa dalam pelaksanaani ujian. Beberapa siswa mengakui bahwa kebijakan ini menghambat mereka, baik secara fisik dan mental. Mereka merasa belum siap dengan kebijakan baru dari pemerintah ini.
Namun disamping itu, beberapa pihak lain menganggap kebijakan ini merupakan yang terbaik, mereka mendukung kebijakan-kebijakan baru ini. Mereka ingin memajukan kualitas pendidikan di Indonesia. Mereka merasa sangat siap dan menanti akan datangnya UN 2013, tentunya itu didasari dengan persiapan-persiapan yang matang. Seperti mengikuti pelajaran tambahan, latihan soal-soal UN dan taklupa melantunkan sholawat dan doa-doa.
UN 2013 yang mempunyai sitem pelaksanaan baru bagaikan suatu ujian bagi kita. Namun hal ini bukan merupakan ujian atau rintangan yang berarti bagi kita apabila rintangan tersebut kita lewati dengan persiapan yang matang. Tergantung kesiapan masing-masing individu yang memaknai apakah UN 2013 merupakan rintangan, atau salah satu upaya memajukan pendidikan bangsa.


Penulis : M. Arif Furqon

 

Membuat Rumah Menjadi Lebih Luas



Suatu hari ada seorang laki-laki yang berkunjung ke rumah Abunawas untuk berkonsultasi, kebetulan saat itu Abu Nawas sedang berada di rumah. Kemudian laki-laki itu mengutarakan keluhannya.
“Wahai Abunawas, aku mempunyai rumah yang amat sempit. Sedangkan aku tinggal bersama istri dan kedelapan anakku. Rumah itu kami rasakan terlalu sempit sehingga kami tidak merasa bahagia.”
Kemudian Abu Nawas bertanya kepada orang itu. “Punyakah engkau seekor domba?
“Tidak, tapi aku mampu membelinya.” Jawab lelaki itu.
“kalau begitu belilah seekor dan tempatkanlah domba itu dalam rumahmu.” Abu Nawas menyarankan.
        Ia langsung membeli seekor domba seperti yang disarankan Abu Nawas. Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, aku telah melaksanakan saranmu, tetapi rumahku bertambah sesak. Aku dan keluargaku merasa segala sesuatu menjadi tambah lebih buruk daripada sebelumnya.” Keluh orang itu.
“Kalau begitu tambahkan lagi beberapa ekor unggas kedalam rumahmu.” Kata Abu Nawas menyarankan.
        Tanpa membantah, orang itu langsung membeli beberapa ekor unggas dan menempatkannya dalam rumah. Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi ke rumah Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, aku telah melakukan semua yang kau sarankan, tetapi aku dan keluargaku malah tidak betah tinggal di rumah.” Kata orang itu dengan wajah muram.
“Kalau begitu belilah seekor unta dan peliharalah di dalam rumahmu.” Kata Abu Nawas menyarankan.
Tanpa membantah orang itu langsung membeli seekor unta dan menempatkannya di dalam rumah. Beberapa hari kemudin orang itu datang lagi ke rumah Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, tahukah engkau bahwa keadaan di dalam rumahku sekarang berubah menjadi lebih mengerikan dari hari-hari sebelumnya. kami sudah tidak betah tinggal bersama hewan-hewan itu.” Kata orang itu putus asa.
“Baiklah, jika kalian sudah merasa putus asa maka juallah dombamu.” Kata Abu Nawas.
        Tanpa membantah orang itu langsung menjual dombanya.  Beberapa hari kemudian Abu Nawas pergi ke rumah orang itu.
“Bagaimana keadaan kalian sekarang?” Abu Nawas bertanya.
“Keadaannya lebih baik sekarang, karena domba itu sudah tidak disini lagi.” Kata orang itu tersenyum.
“Baiklah kalau begitu juallah unta dan unggas-unggasmu.” Kata Abu Nawas.
Tanpa membantah orang itu langsung menjual unta dan unggas-unggasnya. Beberapa hari kemudian Abu Nawas pergi ke rumah orang itu lagi.
“Bagaimana keadaan rumah kalian sekarang?” Abu Nawas bertanya.
“Keadaannya lebih menyenangkan sekarang, karena unta dan unggas-unggas itu sudah tidak disini lagi. Kami merasakan rumah kami bertambah luas karena hewan-hewan itu sudah tidak ada disini lagi. Kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepadamu Abu Nawas.” Kata orang itu dengan wajah berseri-seri.
        Dari cerita ini dapat kita ambil bahwa batas sempit dan luas itu tertancap dalam pikiran kita saja. Kalau saja kita selalu bisa bersyukur atas nikmat dan karunia Allah, maka Allah akan mencabut kesempitan dalam hati dan pikiran kita.


Penulis : M. Adam Abdullah
 

Ulat Butuh Kepompong




Semua perjalanan pasti berujung pada keakhiran. Setiap sebelum fase–fase keakhiran berakhir, terdapat sebuah ujian untuk melangkahkan kemana tujuan tersebut akan melangkah untuk tahap selanjutnya. Begitu pun untuk meningkatkan derajat, Dari SD melangkah ke SMP dan berakhir di SMA untuk menuju ke universitas tinggi. Sebagai tiket agar bisa meningkatkan derajat para pelajar diadakanlah sebuah ujian yang sering kita sebut UNAS.

                Semangat belajar menjadi pion terpenting dalam kasus ini. Jika tak ada semangat belajar ia takkan berusaha untuk menghadapi ujian ini, jika tak ada usaha akan berujung pada kemalasan, kemudian ia mulai menyepelekan ujian tersebut dan akhirnya ia menyesal di kemudian hari. jadi semangat belajar sangat penting untuk meluluskan ujian negara.
                Jika hanya belajar namun tak besemangat, maka akan susah dan hampir takkan bisa untuk menghasilkan sebuah hasil yang memuaskan, seperti Sang Ulat, jika tak ada kepompong ia takkan berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Belajar ibaratkan seekor ulat sedangkan hasil memuaskan merupakan kupu-kupu yang indah, untuk menjadi kupu-kupu indah harus menjadi kepompong dulu agar sang ulat dapat berreinkarnasi dengan sempurna, kepompong menjadi ibarat dari semangat untuk belajar. Jadi jika kita hanya belajar tanpa semangat, maka akan berujung pada kemalasan yang berakhir menuju kegagalan.      
                Maka mari kita tumbuhkan rasa semangat belajar dalam kehidupan kita yang terlebih untuk para pelajar yang akan menghadapi ujian nasional bahwa kita sangat butuh semangat dan jangan sampai semangat kita hilang meski banyak godaan yang menggairahkan.


Penulis : Khawarizmi Aslamriadi