Selasa, 26 Maret 2013

BIAYA SOSIAL


       Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia di buat kaget, khususnya di daerah DKI Jakarta, bukan oleh serangan wabah DBD, bukan pula serangan teroris tetapi oleh rokok. Pasalnya Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso membuat kebijakan baru bertajuk larangan merokok di tempat umum. Yang membuat publik kaget, bukan karena larangannya, tetapi karena hukumannya yang setinggi langit, 50 juta dan kurungan 6 bulan.
                Keterkejutan publik, secara sosiologis layak di pahami. Alasannya, hingga kini, bahaya rokok di indonesia masih menjadi isu. Rokok pun masih menjadi favorit bagi sebagian masyarakat. Padahal pada tiap bungkus rokok sudah tertera bahaya-bahaya rokok tersebut, dan mayoritas perokok pun tau akan hal itu. Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbendung lagi. Menurut WHO dan lebih dari 70 ribu penelitian ilmiah membuktikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat merangsang tumbuhnya kanker. Berbagai zat berbahaya itu adalah tar, karbon monoksida, dan nikotin.
                Dampak bahaya rokok memang antik dan klasik. Tidak ada orang mati mendadak karena merokok. Dampaknya tidak instan, beda dengan minuman keras dan narkoba. Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca dikonsumsi. Anehnya, dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif saja. Tapi juga berdampak serius bagi perokok pasif. Orang yang tidak merokok, tetapi terpapar asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang di hembuskan pada asap rokok oleh si perokok. Sangat tidak adil, tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat.
                Sungguh ironis, mayoritas perokok di indonesia adalah orang miskin. Menurut survei Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya untuk rokok. Betapa besar manfaatnya, jika dana itu di gunakan untuk kesehatan, pangan, atau pendidikan. Rokok memang memberikan kontribusi signfikan, berupa cukai, bayangkan, tahun 2004 cukai rokok sebesar 27 trilyun. Namun, semua itu sebenarnya hanya ilusi. Sebagai contoh jika pemerintah mendapatkan 27 trilyun, berapa biaya kesehatan yang di tanggung pemerintah dan masyarakat? Menurut data di berbagai negara dan indonesia, biaya kesehatan yang di tanggung pemeritah dan masyarakat sebesar 3 kali lipat dari cukai yang di dapat sekitar 81 trilyun.
                Cepat atau lambat, sebaiknya kita melakukan langkah jitu untuk penanggulangan bahaya rokok. Jika tidak, tidak mustahil berbagai penyakit yang di akibatkan rokok akan menjadi wabah yang sangat berbahaya. Jangan “menggadaikan” kesehatan anakbangsa, hanya karena takut kehilangan 27 trilyun, yang sebenarnya hanya ilusi dan jebakan maut belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar