Minggu, 26 Mei 2013

Haji Bukan Bentuk Paganisme


Setelah berbagai bentuk peribadatan yang tergabung dalam untaian suci Ramadhan dan Syawwal, tidak lama lagi gawe besar islam yang selanjutnya pun tiba. Agenda tahunan yang telah terencana secara matang, bahkan tidak sedikit negara muslim yang berinisiatif membentuk organisasi, yang bergerak khusus menangani acara tersebut. Ada yang tahu agenda apakah itu,,,, ?
Ya, benar! Tidak lain dan tidak bukan adalah “Haji”.
Sebagai umat islam tulen, tentunya “Haji” bukanlah hal yang asing bagi kita. Meski mayoritas belum pernah menjalani, namun setidaknya melalui fasilitas media canggih masa kini, bisa cetak ataupun elektronika audiovisual semacam tv, gambaran umum mengenai realisasi dari pelaksanaan haji sudah dapat dikantongi. Di samping itu, penjelasan tentang haji pun biasanya diterangkan dengan panjang lebar oleh para tokoh agama di daerah kita, terutama yang pernah melaksanakan ibadah haji.
Sekilas Haji
Haji secara harfiah bermakna menyengaja.   Sedangkan secara syara’, haji berarti menyengaja berkunjung ke Baitullah dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam sistematika rukun islam, haji termasuk rukun terakhir yang diwajibkan bagi umat islam. Namun perlu diperhatikan, bahwa beban taklifi yang terakhir ini baru akan diembankan kepada seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat wajib haji yang jumlahnya ada 7. Diantaranya adalah beragama islam, baligh, berakal (sehat jasmani/rohani), memiliki kendaran (bagi orang yang jauh dari tanah haram lebih dari 2 marhalah), dan didukung dengan situasi lingkungan yang aman. Selain paparan syarat wajib tersebut, dalam haji pun ditentukan rukun-rukun yang akrab kita kenal dengan sebutan rukun haji. Diantaranya ada 4, yaitu ihram sembari niat haji, wukuf di tanah Arafah, thawaf di Baitullah, dan sa’i/lari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Itulah haji, amalan sakral yang kian waktu kian digandrungi oleh umat muslim seluruh dunia.
Disayangkan, kesakralan itu pernah sedikit terusik dengan munculnya opini tak berdasar yang menyatakan bahwa,”Thawaf dalam pelaksanaan haji, tak ubahnya seperti upacara pagan yang dijalani oleh umat zaman jahiliyah. Apalagi ritual sa’I antara Shafa dan Marwah, yang juga serupa dengan apa yang  telah dilakukan oleh kaum jahiliyah sebelum Muhammad”.  Bagaimana sikap kita menghadapi tantangan semacam itu, yang jelas-jelas dimaksudkan untuk memecah belah umat islam?
Bukan Paganisme
Secara historis, kaum jahiliyah pra-kenabian Muhammad memang pernah menjadikan tempat-tempat yang sekarang ini digunakan ritual haji, sebagai tempat pemujaan. Dan sudah menjadi adat mereka untuk berlari kecil antara Shafa dan Marwah sambil berteriak memuja-muja berhala. Sehingga paska kerosulan Muhammad yang selanjutnya muncul kewajiban melakukan haji, dianggap sebagai amalan yang tidak ada bedanya dengan adat jahiliah.
Presepsi semacam itulah yang sebenarnya perlu diluruskan. Memang terkadang ada benarnya, jika dikatakan bahwa sesuatu yang ada setelah terwujudnya hal serupa sebelumnya, berarti dianggap plagiat. Namun, konteks haji di sini berbeda,  Ia  termasuk dalam bagian rukun islam adalah karena diperintahkan oleh Allah demikian, dan bukan akal-akalan semata. Di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat ; 158 disebutkan
اان الصفا و المروة من شعائر الله
Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian diantara tanda agama Allah.
Jadi, selama suatu opini yang muncul tidak memiliki dasar yang kuat, apalagi yang bersumber dari orang yang ilmu agamanya kurang atau bahkan yang non-muslim, seyogyanya kita tidak perlu cemas. Apalagi ikut terpengaruh mengakafirkan ribuan bahkan jutaan jamaah haji di tanah suci. Sebaliknya, kita harus bersikap tenang dan bijak dalam menyikapi masalah baru terutama yang menyangkut khalayak ramai. Dan di dalam konteks haji ini, Allah SWT berfirman
فول وجهك شطر المسجد الحرام
Hadapkanlah dadamu kea rah Masjidil Haram.
Dengan demikian, semua ritual itu sebenarnya adalah wujud dari taat kita kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Untuk sebagian orang yang terlihat berlebihan dalam mengagungkan ka’bah, mereka sebenarnya hanyalah menerapkan konsep tabarruk yang sah-sah saja dilakukan. Semoga bermanfaat !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar